BUDIDAYA PERAIRAN 2010

Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo

DISKUSI

"SHARE/Save" di bawah ini...
Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook
Reddit

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Budidaya ikan secara komersial dari berbagai jenis species-species diantaranya bivalve, crustaceae, dan ikan bertulang belakang (finfish) akan mengalami permasalahan yang serius apabila didalam proses produksinya tidak tersedia pakan alami yang kontinyu baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini dikarenakan masih banyak jenis kultivan budidaya yang masih tergantung input pakan dari pakan organisme hidup, terutama untuk pemeliharaan kultivan dalam bentuk llarva. Dilain pihak, budidaya pakan alami harus menyesuaikan dengan kebutuhan kultivan ikan yang dipelihara. Untuk memenuhi kebutuhan kultivan tersebut di syaratkan sifat fisiologi jenis/species pakan hidup yang dikultur, ukuran, kecepatan reproduksi, kemampuan tumbuh, dan nilai nutrisi dari setiap jenis pakan alami.
Dengan perkembangan kebutuhan pangan penduduk dunia saat ini, maka peningkatan budidaya perikanan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi. Pengembangan budidaya perikanan baik di perairan tawar, payau maupun laut diberbagai negara merupakan suatu bentuk revolusi pertumbuhan industri baru. Kenyataan ini selaras dengan bertambahnya populasi penduduk dunia dari tahun ketahun, permintaan akan pangan dunia, potensi produksi perikanan yang sudah mencapai maximum sustainable yield, produksi pertanian yang semakin menurun akibat pergeseran tata guna lahan untuk keperluan lain dan permintaan kualitas hidup perkapita meningkat. Dengan demikian permintaan akan pangan dari sumber hewani jjuga akan meningkat, lebih-lebih dilihat dari kandungan protein ikan yang mempuyai kandungan asam amino yang lebih lengkap dari pada sumber protein hewani lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan gizi dari sumber protein hewani ikan diperlukan pengembangan budidaya perikanan dan untuk mendukung produksi sesuai dengan kuantitas maupun kualitas produk ikan, maka diperlukan ketersediaan pakan alami. Penyediaan pakan alami baik kuantitas, kualitas dan kontinuitas diperlukan pengetahuan tentang teknik dasar budidaya pakan alami yang baik agar kontunyuitas produksi ikan hasil budidaya dapat terpenuhi sesuai dengan yang diharapkan.






B. TUJUAN DAN MANFAAT

- Tujuan
1. Menjawab tugas mata kuliah yang telah diberikan
2. Memberikan gambaran umum mengenai Mikroalga, Copepoda dan Artemia

- Manfaat
1. Menambah Wawasan mahasiswa selaku pelajar dalam mendalami ilmu budidaya khususnya terkait Budidaya Pakan Alami
2. Dapat Menjadi bahan referensi bagi mahasiswa yang akan melakukan Makalah selanjutnya ataupun dalam melakukan Penelitian

C. RUANG LINGKUP

Masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah gambaran secara umum mengenai Mikroalgae, Copepoda dan Artemia. Baik itu dalam pengertian maupun cara hidup, ciri morfologi, jenis/klasifikasi, Daur hidup , manfaatnya dalam kehidupan hingga bagaimana membudidayakan.















BAB 2
PEMBAHASAN

A. MIKROALGA






1. Pengertian
Mikroalga adalah mikroorganisme fotosintetik dengan morfologi sel yang bervariasi, baik uni-selular maupun multiselular (membentuk koloni kecil). Sebagian besar mikroalga tumbuh secara fototrofik, meskipun tidak sedikit jenis yang mampu tumbuh secara heterotrofik. Mikroalga merupakan kelompok organisme yang sangat beragam dengan mampu menghasilkan senyawa kimia yang besar dan masih banyak yang belum diketahui. Produk yang dihasilkan antara lain carotenoid, phycobilin, asam lemak, polisakarida, vitamin, sterol, enzim dan senyawa bioaktif lainnya.
Mikroalga umumnya bersel satu atau berbentuk benang, sebagai tumbuhan dan dikenal sebagai fitoplankton. Fitoplankton memiliki zat hijau daun (klorofil) yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air. Sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut, fitoplankton menjadi makanan alami bagi zooplankton baik masih kecil maupun yang dewasa. Selain itu juga dapat digunakan sebagai indikator kesuburan suatu perairan.
Mikroalga merupakan kelompok tumbuhan berukuran renik yang termasukdalam kelas alga, diameternya antara 3-30 μm, baik sel tunggal maupun koloniyang hidup di seluruh wilayah perairan tawar maupun laut, yang lazim disebutfitoplankton. Di dunia mikrobia, mikroalga termasuk eukariotik, umumnyabersifat fotosintetik dengan pigmen fotosintetik hijau (klorofil), coklat(fikosantin), biru kehijauan (fikobilin), dan merah (fikoeritrin). Morfologimikroalga berbentuk uniseluler atau multiseluler tetapi belum ada pembagiantugas yang jelas pada sel-sel komponennya. Hal itulah yang membedakanmikroalga dari tumbuhan tingkat tinggi (Romimohtarto, 2004).Isnansetyo dan Kurniastuty (1995), menyatakan bahwa terdapat empatkelompok mikroalga antara lain : diatom (Bacillariophyceae), alga hijau(Chlorophyceae), alga emas (Chrysophyceae) dan alga biru (Cyanophyceae).Penyebaran habitat mikroalga biasanya di air tawar (limpoplankton) dan air laut(haloplankton), sedangkan sebaran berdasarkan distribusi vertikal di perairanmeliputi : plankton yang hidup di zona euphotik (ephiplankton), hidup di zonadisphotik (mesoplankton), hidup di zona aphotik (bathyplankton) dan yang hidupdi dasar perairan / bentik (hypoplankton)
2. Manfaat
Seiring dengan perkembangan bioteknologi mikroalga, saat ini perhatian mulai ditujukan untuk penghasilan produk bermanfaat yang bemilai ekonomi tinggi, di antaranya adalah pigmen seperti fikobiliprotein, asam amino, enzim seperti acetamidase, protease, asam amino oksidase, superoksidase dismutase dan endonuklease restriksi. inhibitor enzim seperti glikosidase inhibitor dan senyawa pengatur tumbuh. Beberapa produk lain terutama yang memiliki arti penting dalam bidang farmasetika, seperti antibiotik.
Beberapa enzim dapat di Isolasi dari mikroalgae, yang merupakan jenis algae yang berukuran mikroskopik. Beberapa alga dilaporkan mengandung senyawa enzim yang berperan peranting diantaranya adalah jenis alga hijau (Spirogyra, Mougeotia sp., Zygnema cylindricum and Mesotaenium caldariorum) yang mengandung enzim glycosidase (a-glucosidase, a-amylase and fl-galactosidase, beberapa jenis cyanophyta juga mengandung enzim yang berperan penting dalam mendegradasi bakteri atau sebagai inhibitor. Adapun manfaatnya di berbagai bidang antara lain :
a. Bidang perikanan
Sebagai makanan larva ikan, dilakukan melalui isolasi untuk mendapatkan satu spesies tertentu, misalnya Skeletonema. Kemudian dibudidayakan pada bak-bak terkontrol pada usaha pembibitan ikan untuk keperluan makanan larva ikan
b. Industri farmasi dan makanan suplemen
Fitoplankton mempunyai kandungan nutrisi yang tinggi digunakan sebagai makanan suplemen bagi penderita gangguan pencernaan dan yang membutuhkan energi tinggi. Contoh produk yang beredar dari jenis Chlorella.
c. Pengolahan limbah logam berat
Dalam pengolahan limbah logam berat fitoplainkton dapat digunakan untuk mengikat logam dari badan air dan mengendapkannya pada dasar kolam. Sehingga logam dalam air menjadi berkurang
d. Sumber energi alternatif biodiesel
Biomassa mikroalga selain mengandung protein, karbohidrat dan vitamin juga mengandung minyak. Bahkan jenis mikroalga tertentu, misal Botrycoccus braunii memiliki kandungan minyak yang komposisinya mirip seperti tanaman darat dengan jumlah yang lebih tinggi bila dibanding dengan kandungan minyak pada kelapa, jarak dan sawit.

3. Sifat Mikroalgae
Sifat yang paling berguna untuk mengidentifikasi algae adalah warna atau pigmen mereka. Pigmen-pigmen tersebut menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi biomassa melalui proses fotosintesis. Ada 3 kelas utama pigmen dan berbagai kombinasi yang memberikan warna khas pada algae. Kelompok utama dari pigmen hijau adalah chlorophil, dengan clorophil a sebagai pigmen utama yang menyerap gelombang panjang biru dan merah sebagai cahaya yang penting untuk fotosintesis.
Sebagian besar carotenoid lebih bersifat melindungi pigmen lain daripada ikut secara langsung dalam reaksi fotosintesis. Dalam setiap difisi, terdapat pengecualian seperti fukosantin pada diatome dan alga coklat, yang sangat aktif dalam proses fotosintesa. Fikobilin berwarna merah (fikoeretrin) atau biru (fikocyanin) dan menangkap gelombang panjang yang tidak ditangkap oleh pigmen-pigmen lainnya dan melewati energi yang ditangkap pada clrophil a untuk fotosintesis. Beberapa variasi dari bentuk sel dapat ditemukan pada alga unicellular dapat berbentuk bola pipih memanjang atau berbentuk kotak sebagai tambahan beberapa unicellular memiliki lengan atau duri yang merupakan perluasan dari dinding sel. Banyak mikroalgae yang membentuk filamen-filamen sel yang menghubungkan satu sama lain .Mikroalgae lainnya membentuk koloni-koloni sel yang memiliki suatu pola yang khusus dan ditentukan oleh jumlah sel Kondisi kultur akan menentukan morfologi suatu organisme dan variasinya.
4. Klasifikasi Mikroalgae
Sel mikroalgae dapat dibagi menjadi 10 divisi dan 8 divisi algae merupakan bentuk unicellulair. Dari 8 divisi algae, 6 divisi telah digunakan untuk keperluan budidaya perikanan sebagai pakan alami. Setiap divisi mempunyai karakteristik yang ikut memberikan andil pada kelompoknya, tetapi spesies-spesiesnya cukup memberikan perbedaan-perbedaan dari lainnya. Ada 4 karakteristik yang digunakan untuk membedakan divisi mikro algae yaitu ; tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella, tipe komponen fotosintesa, dan jenis pigmen sel. Selain itu morfologi sel dan bagaimana sifat sel yang menempel berbentuk koloni / filamen adalah merupakan informasi penting didalam membedakan masing-masing group.
a. Jenis organisme yang termasuk Mikroalga beserta bentuknya.

- Cyanobacteria atau alga biru hijau
Cyanobacteria atau alga biru hijau adalah kelompok alga yang paling primitif dan memiliki sifat-sifat bakterial dan alga. Kelompok ini adalah organisme prokariotik yang tidak memiliki struktur-struktur sel seperti yang ada pada alga lainnya, contohnya nukleus dan chloroplast. Mereka hanya memiliki chlorophil a, namun mereka juga memiliki variasi phycobilin seperti halnya carotenoid. Pigmen-pigmen ini memiliki beragam variasi sehingga warnanya bisa bermacam-macam dari mulai hijau sampai ungu bahkan merah. Alga biru hijau tidak pernah memiliki flagell, namun beberapa filamen membuat mereka bergerak ketika berhubungan dengan permukaan. Unicell, koloni, dan flamen-filamen cyanobacteria adalah kelompok yang umum dalam budidaya, baik sebagai makan maupun sebagai organisme pengganggu. Dibawah ini adalah 3 kelompok yang paling umum dalam lingkungan budidaya.
Spirulina (air tawar, air laut) filamennya berukuran lebar 5 -6 mm dan panjang 20-200 mm berbentuk spiral. Dapat berwarna biru-hijau atau merah. Spirulina merupakan bahan penyusun dalam banyak pellet ikan dan pakan invertebrata.
Oscillatoria (Air tawar, air laut,) filamennya berukuran lebar 2-20 mm dan panjang 10-200 mm, tergantung pada spesiesnya. Bentuknya dapat berbentuk lurus, bengkok, berbentuk kurva, atau lingkaran tidak teratur. Dia bergerak dengan cara meluncur dengan lambat dan dapat menempel atau mengapung, tapi tidak merupakan perenang bebas. Dia dapat terlihat berwarna hijau, biru-hijau, ungu, atau merah.Oscilatoria biasanya bersifat merugikan.
Anabaena (Air tawar, air laut,) filamennya berukuran lebar 3-10 mm dan panjang 10-200 mm, berbentuk lurus, bengkok, atau hampir menggulung. Selnya berbentuk manik-manik atau berbentuk tong. Anabaene adalah organisme yang menggangu dan tidak dimakan oleh kebanyakan ikan budidaya.
- Alga Hijau (Chlorophyta)
Alga hijau adalah kelompok alaga yang paling maju dan memiliki banyak sifat-sifat tanaman tingkat tinggi. Kelompok ini adalah oraganisme prokaryotik dan memiliki struktur-struktur sel khusus yang dimiliki sebagaian besar alga. Mereka memiliki kloroplas, DNA–nya berada dalam sebuah nukleus, dan beberapa jenisnya memiliki flagella. Dinding sel alga hijau sebagaian besar berupa sellulosa, meskipun ada beberapa yang tidak mempunyai dinding sel. Mereka mempunyai klorophil a dan beberapa karotenoid, dan biasanya mereka berwarna hijau rumput. Pada saat kondisi budidaya menjadi padat dan cahaya terbatas, sel akan memproduksi lebih banyak klorophil dan menjadi hijau gelap. Kebanyakan alga hijau menyimpan zat tepung sebagai cadangan makanan meskipun ada diantaranya menyimpan minyak atau lemak. Pada umumnya unicel merupakan sumber makanan dalam budidaya dan filamen-filamennya merupakan organisme pengganggu.
Tetraselmis (Air tawar, air laut,) berupa orgaisme hijau motil, lebar 9-10 mm, panjang 12-14 mm, dengan empat flagel yang tumbuh dari sebuah alur pada bagian belakang anterior sel. Sel-selnya bergerak dengan cepat di air dan tampak bergoncang pada saat berenang. Ada empat cuping yang memanjang dan memiliki sebuah titik mata yang kemerah-merahan. Pyramimonas adalah organisme yang berkaitan dekat dengan alga hijau dan memiliki penampakan serta sifat berenang yang identik dengan tetraselmis. Kedua organisme ini adalah sumber makan yang populer untuk mengkultur rotifer, kerang, dan larva udang.
Clamidomonas (Air tawar, air laut) berwarna hijau dan motil, lebar 6,5-11 mm, panjang 7,5-14 mm, dengan dua flagela yang tumbuh didekat sebuah benjolan pada bagian belakang sel. Sel-selnya bergerak dengan cepat di air dan tampak bergoncang pada saat berenang. Selnya berbentuk spiral sampai memanjang dan biasanya memiliki sebuah titik mata merah. Pada saat sel betina terbentuk, sel induk akan kehilangan flagelanya dan mengeluarkan sebuah kantong transparant disekitar tubuhnya. Sel induk akan terbelah, dan membentuk 2-8 sel anak betina. Organisme ini digunakan sebagai pakan untuk rotifer.
Nannocloris (Air tawar, air laut,) berwarna hijau tidak motil dan tidak memiliki flagel, berukuran sangat kecil dengan diameter 1,5-2,5 mm, sel berbentuk bola, dan memiliki sedikit ciri untuk membedakannya.Chloroplasnya berbentuk U dalam sel yang sehat. Sel-selnya cenderung untuk mengapung dalam budidaya, berupa suspensi dalam kondisi tanpa aerasi sehingga menguntungkan bagi usaha budidaya. organisme ini adalah sumber makan yang populer untuk mengkultur rotifer, kerang, dan larva udang.
Dunaliella (Air tawar, air laut,) berwarna hijau motil dengan dua flagella, yang muncul didekat bagian belakang sel, lebar 5-8 mm, panjang 7-12 mm, Sel-selnya bergerak dengan cepat di air dan tampak bergoncang pada saat berenang. Selnya berbentuk melingkar hingga memanjang dan biasanya memiliki sebuah titik mata merah. Terdapat kloroplas yang mengisi 2/3 bagian selnya. Reproduksi dilakukan dengan cara sederhana dimana sel induk membelah menjadi dua sel anak betina. organisme ini adalah sumber makan yang populer untuk mengkultur rotifer, kerang, dan larva udang.
Chlorella (Air tawar, air laut,) berwarna hijau dan tidak motil serta tidak memiliki flagella. Selnya berbentuk bola berukuran sedang dengan diameter 2-10 mm, tergantung spesiesnya, dengan chloroplas berbentuk cangkir. Selnya bereproduksi dengan membentuk dua sampai delapan sel anak didalam sel induk yang akan dilepaskan dengan melihat kondisi lingkungan. Merupakan pakan untuk rotifer dan dapnia.
Scenedesmus (Air tawar,) berwarna hijau dan tidak motil dan biasanya tersusun atas 4 sel. Hidup berkoloni, berukuran lebar 12-14 mm, dan panjang 15-20 mm. Selnya berbentuk elips hingga lanceolate (panjang dan ramping), beberapa spesies memiliki duri atau tanduk. Setiap sel menghasilkan sebuah koloni bersel 4 setiap bereproduksi. Seringnya bersifat sebagai pengganggu. Organisme ini tidak umum dibudidayakan sebagai sumber pakan.
Ankistrodesmu (Air tawar). Organisme ini berwarna hijau dan tidak motil dan biasa bersel satu, panjang, selnya berbentuk cresent tipis. Biasanya berkoloni empat hingga delapan dengan membentuk sudut satu dengan lainnya. Organisme ini seringkali mengkontaminasi perairan dan dapat hidup pada pipa saluran air, air dalam kendi, dan air tandon. Tidak umum dikultur sebagai pakan.
Selenastrum (Air tawar). Organisme ini berwarna hijau dan tidak motil, berukuran lebar 2-4 mm dan panjang 8-24 mm. Kadang-kadang digunakan sebagai pakan dapnia.
- DIATOMAE – CHRYSOPHYTA
Diatom adalah kelompok alga yang unik dengan dinding sel yang terbentuk dari silikon dioksida. Dinding selnya dipenuhi banyak lubang sehingga tampak seperti ayakan (saringan) dan secara komersial dapat digunakan sebagai perlengkapan dalam beberapa peralatan filter. Dua kelompok utama didasarkan atas dinding sel yang simetris, baik bilateral maupun radial. Memiliki ciri-ciri tanaman tingkat tinggi dan termasuk dalam organisme eukaryotik. Tidak memiliki flagella kecuali pada beberapa spesies tertentu. Semua jenis memiliki kloroplas dan DNA mereka berada di dalam nukleus. Mereka hanya memiliki chlorophyl a dan c serta beberapa carotenoid seperti fucoxanthin sehingga membuat mereka berwarna kecoklatan. Organisme ini biasa digunakan sebagai pakan dalam budidaya.
Chaetoceros (Air laut). Organisme ini merupakan sel tunggal dan dapat membentuk rantai menggunakan duri yang saling berhubungan dari sel yang berdekatan. Tubuh utama berbentuk seperti petri dish. Jika dilihat dari samping organisme ini berbentuk persegi dengan panjang 12-14 mm dan lebar 15-17 mm, dengan duri yang menonjol dari bagian pojok. Selnya dapat membentuk rantai sebanyak 10-20 sel dan mencapai panjang 200 mm. Populer sebagai pakan rotifer, kerang-kerangan, tiram, dan larva udang.
Cyclotella (Air tawar, air laut). Merupakan organisme uniseluler berbentuk simetris radial dengan diameter 5-12 mm dan jarang membentuk rantai. Jarang memiliki duri dan biasanya tidak tampak jika dilihat menggunakan mikroskop ukuran kecil. Kadang-kadang digunakan sebagai pakan sumber pakan.
Thallasiosira (Air laut). Merupakan organisme berbentuk simetris radial dengan lebar 11-14 mm dan panjang 14-17 mm, biasanya hadir dalam bentuk uniseluler akan tetapi organisme ini mampu membentuk rantai. Organisme ini umum digunakan sebagai pakan dalam budidaya.
Skeletonema (Air laut). Merupakan organisme yang membentuk rantai dengan sel yang berbentuk membulat yang dihubungkan oleh untaian silika panjang satu dengan lainnya. Sel individu berukuran lebar 6-10 mm dan panjang 20-25 mm dengan cakupan filamen mencapai panjang 500 mm berisi sekitar 15-20 sel. Organisme ini ditemukan juga di perairan muara pada salinitas 10 ppt dan merupakan genus plankton yang umum serta digunakan sebagai pakan dalam budidaya.
Phaeodactylum (Air laut). Diatom ini memiliki tubuh simetris bilateral dan memiliki dua bentuk tubuh. Yaitu bentuk perahu dengan lebar 2,5-5 mm dan panjang 12-25 mm, serta berbentuk segitiga. Bentuk-bentuk ini menjadi motil pada saat bersentuhan dengan dasar perairan. Kadang-kadang digunakan sebagai pakan untuk rotifer, kerang, tiram dan biasanya organisme menyebabkan perairan menjadi kotor.
- ALGA COKLAT-EMAS – CHRYSOPHYTA
Alga coklat-emas dikaitkan dengan diatomae, namun mereka memiliki dinding sel silika yang sedikit selama masa hidup mereka. Alga ini memiliki sifat-sifat yang dapat ditemui pada sebagian besar alga. Beberapa anggota kelompok alga ini memiliki flagella dan motil. Semua memiliki kloroplas dan memilki DNA yang terdapat di dalam nukleusnya. Alga ini hanya memiliki chlorophyl a dan c serta beberapa carotenoid seperti fucoxanthin yang memberikan mereka warna kecokelatan. Alga ini seringkali dibudidayakan dalam bentuk uniseluler pada usaha budidaya sebagai sumber pakan.
Isochrysis (Air laut). Merupakan sel motil dengan 2 flagella yang tumbuh di dekat bagian belakang sel. Sel bergerak cepat di air dan berputar-putar pada saat berenang. Alga ini berbentuk bulat dengan diameter 4-8 mm, berwarna emas dan biasanya memiliki sebuah titik mata merah. Kloroplasnya berbentuk mangkuk dan terlihat mengisi 2/3 bagian selnya, sedangkan ruangan sisanya terlihat kosong. Reproduksi dilakukan melalui pembelahan sederhana dimana sel induk membelah diri menjadi dua sel anak betina. Dikenal sebagai pakan rotifer, kerang, tiram, dan larva udang.
Nannochloropsis (Air tawar, air laut). Merupakan sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola, berukuran kecil dengan diamater 4-6 mm. Organisme ini merupakan divisi yang terpisah dari Nannochloris karena tidak adanya chlorophyl b. Merupakan pakan yang populer untuk rotifer, artemia, dan pada umumnya merupakan organisme filter feeder (penyaring).
Ellipsoidon (Air tawar, air laut). Merupakan sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak memiliki flagella. Berbentuk oval atau elips dan berukuran kecil dengan panjang 4-6 mm. Organisme ini tidak memiliki chlorophyl b. Digunakan sebagai pakan kerang dan tiram.
- ALGA MERAH – RHODOPHYTA
Alga merah merupakan makroalga yang umum dijumpai. Kelompok ini hanya memiliki chlorophyl a di samping memiliki pigmen lainnya seperti phycocyanin (pigmen biru), dan phycoeretrin (pigmen merah), seperti juga halnya berbagai carotenoid. Phycoeretrin memberi warna merah pada alga ini. Selain itu alga ini juga terkadang berwarna hijau kebiruan hingga ungu. Alga merah uniseluler tidak motil dan tidak memiliki flagel. Dapat digunakan dalam lingkungan budidaya.
Porphyridium (Air laut). Merupakan organisme uniseluler berbentuk bola dengan diameter 7-12 mm. Diklasifikasikan sebagai salah satu spesies alga merah yang sederhana karena organisme ini tidak bereproduksi secara seksual dan memiliki glikogen sebagai penyusun tempat penyimpanan. Alga ini digunakan pada lingkungan budi daya untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat.
- EUGLENOPHYTA
Euglenophyta dimasukkan dalam kelompok alga hijau oleh beberapa ahli taksonomi dan dimasukkan ke dalam golongan protozoa oleh sebagian ahli lainnya dikarenakan organisme ini memiliki sifat-sifat tanaman sekaligus hewan. Organisme ini merupakan organisme eukaryotik dengan struktur-struktur tubuh yang dapat dijumpai pada sebagian besar alga, namun mereka juga memiliki kerongkongan sehingga mereka dapat memasukkan partikel ke dalam tubuhnya. Mereka memiliki satu flagella yang panjang dan bisanya berenang dengan cara menarik diri mereka melalui air. Beberapa di antaranya melakukan gerakan amoeboid. Organisme ini tidak memiliki dinding sel, namun mereka memiliki lapisan luar yang keras yang tersusun dari protein yaitu pellicle, yang memiliki fungsi yang sama seperti dinding sel. Euglenophyta memiliki chlorophyl a dan b beberapa carotenoid dan biasanya mereka terlihat berwarna hijau rumput. Euglena umum ditemukan di perairan yang kaya akan nutrien.
Euglena (Air tawar, air laut). Merupakan organisme berwarna hijau dan motil dengan satu flagella yang tumbuh dari sebuah kerongkongan di dekat bagian belakang sel. Sebagian besar spesiesnya memiliki tubuh memanjang dengan lebar 10-15 mm dan panjang 50-150 mm, dan biasanya memiliki sebuah titik mata merah. Pada umumnya Euglena tidak digunakan sebagai pakan.
- CRYPTOPHYTA
Cryptophyta adalah kelompok uniseluler yang unik yang tidak memiliki kedekatan dengan kelompok alga lainnya. Kelompok ini merupakan organisme eukaryotik, dan mereka juga memiliki kerongkongan. Semua spesies kelompok ini memiliki flagel, bersifat motil, dan memiliki satu atau dua kloroplast serta memiliki chlorophyl a dan c, phycocyanin dan phycoeretrin serta beberapa carotenoid yang memberikan warna kecokelatan pada tubuh mereka.
Cryptomonas (Air tawar, air laut). Genus ini merupakan kelompok cryptomonad yang paling umum ditemukan dan memiliki dua buah flagella, yang satu panjang dan yang satu lagi pendek. Ukuran sel berkisar antara panjang 8-16 mm dan lebar 6-8 mm. Mereka memiliki 1-2 kloroplas cokelat dan dapat melakukan fotosintesa ataupun bertahan hidup menggunakan bakteri. Pada umumnya tidak digunakan sebagai pakan pada lingkungan budidaya, namun demikian populasi di alam merupakan makanan bagi rotifer, kerang, tiram, dan larva udang.
- PHYRROPHYTA
Dalam kelompokl ini terdapat dinoflagellata yang merupakan suatu kelompok organisme uniseluler yang unik yang memiliki dua flagella dan umum dijumpai di air tawar maupun air laut. Kelompok ini merupakan organisme eukaryotik. Sebagian besar anggotanya bersifat motil, meskipun seringkali terdapat fase dimana mereka bersifat non-motil pada siklus hidup sebagian besar spesiesnya. Pigmen golongan yang dapat berfotosintesis adalah chlorophyl a dan c , xanthophyl peridinin dan dinoxanthin serta beberapa lainnya. Sebagian besar spesiesnya menyimpan zat tepung sebagai cadangan makanan. Salah satu ciri khas kelompok organisme ini adalah keberadaan dinding sel yang terbuat dari lapisan selulosa. Akan tetapi ada beberapa organisme yang tidak memiliki dinding sel ini. Organismen ini memiliki dua flagella. Banyak organisme dari golongan ini yang memiliki trichocyst, yaitu struktur protein yang dapat dikeluarkan dari permukaan sel untuk melindungi diri dari predator. Fenomena ‘red tide’ adalah peristiwa yang dihubungkan dengan ledakan (berkumpulnya) dinoflagellata karena adanya pigmen kemerahan yang terakumulasi dalam organisme-organisme ini dan dalam jumlah yang besar yang terjadi pada kondisi lingkungan tertentu. Beberapa dinoflagellata menyebabkan peracunan pada kerang-kerangan dan menyebabkan pengakumulasian neurotoxin dalam konsentrasi tinggi. Beberapa spesies merupakan parasit bagi ikan yang menyebabkan masalah seperti ‘velvet disease’. Sebagian besar spesies bukan merupakan makanan ikan karena ukurannya terlalu besar untuk dikonsumsi.
Ceratium (Air tawar). Genus ini adalah salah satu dinoflagellata yang paling umum dan mudah dikenali. Ia memiliki perlindungan yang kuat dengan satu lengan panjang dan dua lengan pendek yang lurus keras atau bengkok, tergantung pada spesiesnya. Sel-selnya bersifat motil dan berenang aktif pada saat pertama kali diuji, biasanya berenang dengan arah lurus ataupun membentuk kurva. Ukuran sel beragam dengan panjang 30-90 mm dan lebar 10-30 mm.
Peridinium (Air tawar, air laut). Genus ini merupakan dinoflagellata yang umum, memiliki lapisan yang keras, sebagian besar berbentuk bulat dengan kepala apical dan duri yang menyerupai kaki pada beberapa spesies. Sel-selnya motil dan berenang aktif dalam gerakan memutar. Memiliki diameter 25-80 mm.
5. Budidaya Mikroalgae (mikroalgae yang dapat dibudidayakan)
Banyak jenis mikroalgae yang digunakan untuk kepentingan budidaya perikanan, akan tetapi beberapa spesies algae yang popular dan dominant digunakan adalah; Nannochloropsis oculata (2-4 μm), Isochrysis galbana (5-7 μm), Tetraselmis chuii (7-10μm), Chaetoceros gracilis (6-8 μm), Dunaliella tertiolecta (7-9 μm), dan beberapa spesies dari Chlorella sp(3-9 μm). Khusus untuk Nannochloropsis oculata yang sering disebut sebagai chlorella jepang (Maruyama et al, 1986), digunakan sebagai pakan rotifer yang penting peranannya bagi kelangsungan hidup larva ikan dan udang.
6. Cara Budidaya
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka komposisi zat penyubur menjadi sangat popular didalam pelaksanaan budidaya pakan alami, khususnyauntuk keperluan budidaya yang intensif. Pengaruh lingkungan media kultur yang berubah-ubah dan hasil produksi sel yang tidak terprediksi merupakan bentuk pertumbuhan populasi sel algae secara alami dan sebaliknya pertumbuhan sel microalgae yang dapat diprediksi dengan kelimpahan yang tinggi dan hasil biomassa yang mempunyai kualitas nutrisi konsisten merupakan hasil dari penerapan metoda kultur algae intensif dan terkontrol.
Secara umum perlengkapan dan peralatan kultur skala kecil akan mudah untuk mengkontrol lingkungan kultur dan hasil produksi sel algae. Teknik dan metode kultur secara besar kecilnya wadah kultur juga akan menentukan keberhasilan produksi biomasa. Selain itu, system kultur baik “indoor” maupun “outdoor” akan menentukan tingkat keberhasilan budidaya pakan alami. Jenis bahan kimia sebagai zat penyubur (pure analysis atau teknis) juga menjadi pembatas keberhasilan .demikian juga dengan pengelolaaan air, kemurnian bibit sel algae yang digunakan akan menentukan keberhasilan kultur. Sehubungan dengan itu, maka diperlukan langkah-langkah yang mendasar dengan memperhitungkan factor pembatas tersebut diatas didalam merencanakan budidaya pakan alami microalgae agar tujuan untuk mendapatkan hasil produksi sel alagae yang maximal dengan kualitas sel yang tinggi untuk pakan kuntivan budidaya.
Didalam proses kultur microalgae yang terpenting adalah melakukan seleksi spesies-spesies yang akan dijadikan kultivan untuk kepentingan budidaya perikanan secara luas dan tujuan-tujuan khusus lainnya yang bahan bakunya diambil dari sel algae. Biasanya untuk seleksi spesies calon kultivan, berdasarkan kepada ukuran sel, nilai nutrisi, dan kemudahan teknik kultur pada kondisi dan iklim dimana mereka digunakan.
Adapun cara yang ditempuh dalam memproduksi mikroalga skala besar adalah :
a. Pembibitan.
Beberapa jenis Diatomae telah dapat dibudiyakan dengan baik. Jenis diatomae yang paling banyak banyak dibudidayakan adalah Chaetoceros calcitrans dan Skeletonema costatom. Bibit murninya telah banyak tersedia sehingga untuk mendapatkan bibinya tidak akan sulit. Selain itu Diatomae juga dapat diperolehdengan mengkultur diatomae liar yang berasal dari alam. Akan tetapi untuk mendapatklan hasil budidaya dan tingkat kemurnian yang tinggi memerlukan keterampilan seperti halnya dilaboratorium penelitian.
b. Budidaya Massal.
Dalam Usaha budidaya missal ini, Diatomae ditumbuhkan melalui penangkaran bertingkat. Awalnya ditumbuhkan didalam wadah bervolume 1 Liter kemudian diperbanyak didalam wadah 1 galon ( 3 liter ) selanjutnya didalam wadah 200 liter dan akhirnya didalam 1 ton (1 m3 ) atau lebih.
Contoh :
1. Budidaya didalam wadah bervolume 1 Liter.
Budidaya Alga dilakukan dengan menggunakan wadah botol evlenmeyer satu liter. Sebelumnya selang plastic, batu aerasi dan botol erlnmeyer dengan detergent kemudian dibilas dengan larutan klorin 150 ppm. Setelah dicuci, botol diisi air sebanyak 300-500 ml. untuk Diatomae laut digunakan air laut denga kadar garam antara 28-35 Permil. Untuk jenis diatomae air tawar digunakan media air tawar yang telah disaring dengan kain saringan 15 mikron. Selain iotu supaya steril air dipanaskan, ditaburi klorin atau disinari dengan lampu ultraviolet.








B. COPEPODA







1. Pengertian
Copepoda (Kope = Yunani untuk "dayung" Podos = Yunani untuk "kaki")
Oleh karena itu Copepod = berdayung kaki, yang mengacu pada sepasang kaki di kolam yang sama somite yang bergerak bersama-sama, seperti oars. Copepoda merupakan kelompok entomostracan dengan jumlah spesies terbesar, yaitu sekitar 8.400 spesies, sebagian besar hidup bebas dan sekitar 25% nya sebagian ektoparasit. Kebanyakan copepod terdapat di laut dan sebagian lagi di air tawar, baik sebagai plankton maupun fauna interstisial. Beberapa spesies hidup dalam hamparan lumut dan humus.
Copepoda adalah grup crustacea kecil yang dapat ditemui di laut dan hampir di semua habitat air tawar dan mereka membentuk sumber terbesar protein di samudra. Banyak spesies adalah plankton, tetapi banyak juga spesies benthos dan beberapa spesies kontinental dapat hidup di habitat limno-terestrial dan lainnya di tempat terestrial basah, seperti rawa-rawa.
2. Manfaat
Copepoda adalah kelompok zooplankton yang memegang peranan penting dalam rantai makanan pada suatu ekosistem perairan. Dalam industri pembenihan ikan laut dewasa ini, copepoda mulai banyak dimanfaatkan sebagai pakan alami untuk larva ikan. Copepoda cocok sebagai pakan larva ikan karena selain mempunyai nilai nutrisi yang tinggi juga karena ukuran tubuh yang bervariasi sehingga sesuai tingkat perkembangan larva ikan. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa copepoda dapat meningkatkan pertumbuhan larva ikan laut yang lebih cepat dibandingkan rotifer dan Artemia (Lavens dan Sorgelos, 1996)
Copepoda kaya akan protein, lemak, asam amino esensial yang dapat mempercepat pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh serta mencerahkan warna pada udang dan ikan. Keunggulan copepoda juga telah diakui oleh beberapa peneliti lain, karena kandungan DHA-nya yang tinggi, dapat menyokong perkembangan mata dan meningkatkan derajat kelulushidupan larva. Copepoda juga mempunyai kandungan lemak polar yang lebih tinggi dibandingkan dengan Artemia sehingga dapat menghasilkan pigmentasi yang lebih baik bagi larva ikan (Mcevoy dkk., 1998 dalam Umar, 2002).
Arti ekonomis dalam lingkungan biasa di alam bebas, serangan copepod parasit dapat diabaikan, karena jarang terjadi. Namun pada kolam, pembenihan dengan kepadatan ikan cukup tinggi, dapat terjadi serangan yang gawat karena larva parasit yang berenang bebas mempunyai peluang besar dalam mendapatkan inang. Copepod dewasa yang sudah melekat substrat di berantas karena mempunyai eksoskeleton yang keras dan resisten terhadap larutan kimia.
Copepod hidup bebas berperan penting dalam rantai makanan sebagai penghubung antara bakteri, ganggang dan protozoa disatu pihak dengan predator (termasuk ikan) di pihak lain. Copepod lebih dominan sebagai makanan ikan laut, sedang cladocera di air tawar. Copepoda tidak digunakan sebagai makanan anak ikan karena berenangnya terlalu cepat sehingga sukar ditangkap. Copepoda juga merupakan inang perantara penyakit cacing pita ikan Dibothriocephalus latus dan cacing guinea Dracunculus medinensis.
3. Sifat dan Ciri Morfologi Copepoda
Hewan terkuat di dunia copepoda hanya memiliki panjang 1 milimeter. Kesuksesan evolusi copepoda sangat terkait dengan kemampuan melarikan diri dari predator. Kekuatan meloloskan diri sangat kuat dan efektif hal ini dikatakan oleh Profesor Thomas Kiorboe dari National Institute of Aquatic Resources Technical University Denmark. Sebagaimana diberitakan oleh ScienceDaily, peneliti memiliki perekam video berkecepatan tinggi. Thomas Kiorboe mampu memberikan detil dari usaha pelarian diri copepoda dengan cara melompat dengan rekaman tersebut, kekuatannya membuat peneliti kagum.
Copepoda mampu melompat dengan rata-rata kecepatan setengah meter per detik, berarti dilakukan hanya dalam waktu kurang dari beberapa ribu detik. Hal tersebut menunjukkan bahwa copepoda dihubungkan dengan ukurannya yang sangat kecil, memiliki kekuatan 10 kali lebih kuat dari hewan atau mesin motor apapun buatan manusia. Peneliti berhasil mengungkap kesimpulan bahwa kekuatan copepoda 10-30 kali lebih kuat dari spesies lainnya dengan produksi kekuatan maksimum yang juga konstan didapatkan dari pelontar superior kaki bercabang lima yang biasa digunakan untuk berenang tersebut memiliki dua mekanisme terpisah. Tim ilmuwan dari Denmark, secara resmi menobatkan copepoda sebagai hewan pelompat tercepat di dunia. Krustasea bawah air menggunakan hingga 5 pasang kaki untuk mendorong air, dan mempercepat hingga 500 panjang tubuhnya dalam waktu 1 detik.
Copepoda merupakan krustacea yang sangat banyak dijumpai diantara fitoplankton dan pada tingkat tropik yang tinggi pada ekosisitem. Copepoda dewasa berukuran antara 1 dan 5 mm. Tubuh copepoda berbentuk silindrikonikal, dimana anterior lebih lebar. Bagian depan meliputi 2 bagian yakni cephalotoraks (kepala dengan toraks dan segmen toraks ke enam) dan abdomen yang lebih kecil dibandingkan cephalotoraks. Pada bagian kepala memiliki mata di bagian tengah dan antenna yang pada umumnya sangat panjang. Copepoda yang bersifat planktonik pada umumnya suspension feeders (Lavens dan Sorgeloos, 1996).
Siklus Hidup Copepoda jantan pada umumnya lebih kecil dibandingkan copepoda betina. Selama melakukan reproduksi atau kopulasi, organ jantan berhubungan dengan betina dengan adanya peranan antenna, dan meletakkan spermatopora pada bukaan seminal, yang dilekatkan oleh lem semen khusus. Telur-telur umumnya lebih dekat ke bagian kantung telur. Telur-telur ditetaskan sebagai nauplii dan setelah melewati 5-6 fase nauplii (molting), larva akan menjadi copepodit. Setelah copepodit kelima, akan molting lagi menjadi lebih dewasa. Perkembangan ini membutuhkan waktu tidak kurang dari satu minggu hingga satu tahun, dan kehidupan copepoda berlangsung selama enam bulan sampai satu tahun (Lavens dan Sorgeloos, 1996). Dalam satu siklus hidup copepoda memerlukan waktu selama kurang lebih 6-7 hari (Anindiastuti dkk., 2002).
Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk kelangsungan hidup, copepoda akan memproduksi cangkang atau telur dormant (istirahat) seperti halnya kista. Hal ini juga menyebabkan tingkat survival berlangsung dengan baik walapun kondisi lingkungan tidak mendukung contohnya pada suhu dingin (Lavens dan Sorgeloos, 1996).
Kualitas nutrisi Pada umumnya kualitas nutrisi copepoda dapat diterima dengan baik oleh larva-larva ikan laut, dan dipercaya lebih memiliki kualitas nutrisi yang tinggi dibandingkan Artemia. Copepoda memiliki kandungan protein yang tinggi (antara 44 dan 52%) dan struktur asam amino yang baik kecuali metionin dan histidin. Komposisi asam lemak dari copepoda bervariasi tergantung pakan yang diberikan selama kegiatan budidaya (Lavens dan Sorgeloos, 1996).
Copepoda (copepodit dan copepoda dewasa) juga dipercaya memiliki level enzim pencernaan yang lebih tinggi dan berperan penting untuk menunjang kebutuhan nutrisi larva. Padahal pada fase awal dari larva ikan-ikan laut belum memiliki perkembangan pada sistem pencernaan dan yang lebih dipercaya berperan hanyalah cadangan makanan exogenous (pakan dari luar) sebagai cadangan makanan alami untuk organisme. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Pederson (1984 dalam Lavens dan Sorgeloos, 1996), yang menguji pencernaan pada awal pemeliharaan larva, dan ditemukan bahwa copepoda lebih cepat tercerna dan cepat melewati usus serta lebih bagus tercerna dibandingkan Artemia.
Kelayakan Hidup Copepoda Copepoda jenis Tigriopus brevicornis (merupakan jenis copepoda yang hidup di air laut), dapat hidup pada kisaran salinitas yang luas yakni 10-40 ppt. Pada salinitas 10 ppt, proses pertumbuhan dan reproduksi copepoda tersebut terhambat dan mortalitas cukup tinggi pada tahap awal adaptasi. Proses penghambatan tersebut disebabkan adanya proses osmoregulasi copepoda terhadap salinitas baik salinitas rendah maupun tinggi. Pada salinitas 20 dan 30 ppt, memperlihatkan pertumbuhan copepoda yang cukup baik, tetapi salinitas yang paling baik untuk tumbuh dan berkembang adalah 30 ppt (Sutomo, 2003). Menurut Lavens dan Sorgeloos (1996), salinitas yang layak bagi pertumbuhan copepoda dalam kegiatan budidaya adalah 35 ppt, tetapi mampu mentolerir salinitas antara 15 dan 70 ppt. Sejalan dengan pendapat Marcus dan Wilcox (2007), bahwa salinitas yang sesuai untuk perkembangan dan pertumbuhan copepoda 35 ppt.
Copepoda tidak mampu mentolerir perubahan suhu lingkungan yang ekstrim tetapi mampu hidup pada kondisi yang intensif antara 17 dan 30ºC, dan suhu yang optimal untuk tumbuh adalah berkisar antara 16 dan 18ºC. Media kultur yang baik bagi copepoda pada skala laboratorium adalah air laut steril yang bersalinitas 25 ppt dengan suhu ruangan 25ºC dan pH 8,0 (Anindiastuti dkk., 2002). Menurut Lavens dkk (1991), stok kultur copepoda sebaiknya dipelihara pada air laut yang bersalinitas 28 ppt dengan suhu antara 20 dan 21ºC pada ruangan yang terkontrol.
Menurut Uye (1980 dalam Lee dkk., 2005) bahwa masa hidup copepoda (Acartia clausa) yang menggunakan lumpur sebagai sedimen mencapai sekitar 100 sampai 165 hari dengan suhu 5ºC dan tanpa sedimen dengan suhu 20ºC, masa hidupnya hanya sekitar 70 sampai 75 hari.
4. Klasifikasi Copepoda
Secara taksonomi copepoda termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthtropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Maxillopoda
Subkelas : Copepoda
Superordo : Gymnoplea (Giesbrecht 1882)
Ordo : Calanoida (Sars 1903)
Kelas Copepoda umumnya berukuran antara 0,5 sampai 2 mm; 3 ocelli membentuk sebuah mata nauplius di tengah; apendik umumnya biramus; betina mempunyai satu atau sepasang kantung telur; hidup bebas atau parasit; laut dan air tawar; 8400 spesies.
- Ordo Platycopioda
Semua parasit
- Ordo Calanoida

Hidup bebas ; 1200 spesies; pelagis; herbivore; artikulasi antara ruas thorax dengan kaki kelima dan keenam; antenna pertama panjang, uniramus; antenna kedua biramus; Calanus finmarchius, “britt” panjang 4 mm merupakan makanan penting bagi ikan lemuru, tuna dan paus; Diaptomus di danau, kolam dan setu.

- Ordo Misophrioida

Semua parasit

- Ordo Cyclopoida

Hidup bebas sabagai plankton, benthos, di laut dan air tawar; beberapa parasit; artikulasi antara ruas dengan kaki empat dan kelima tampak jelas; antenna pertama dan kedua uniramus; Cyclops, hidup bebas; Lernaea, parasit.

- Ordo Gelyelloida

Semua parasit

- Ordo Marmonilloida

Semua parasit

- Ordo Harpacticoida

Umumnya sebagai benthos di laut dan air tawar; pemakan bakteri dan detritus; artikulasi antara ruas dengan kaki keempat dan dan kelima tidak jelas; antenna pertama pendek; antara kedua biramus; Harpacticus; hidup bebas dan parasit.

- Ordo Monstrilloida

Semua parasit; betina dewasa tidak mempunyai antenna maupun mulut; Monstrilla parasit pada polychaeta.

- Ordo Siphonostomatoida

Semua parasit

- Ordo Poecilostomatoida

Semua parasit
5. Jenis yang dibudidayakan
Beberapa jenis copepoda telah dikembangkan untuk dibudidayakan khususnya di manca negara. Copepoda tersebut termasuk kelompok harpacticoid dan calanoid.
Perairan Indonesia kaya akan kehadiran berbagai jenis copepoda, memiliki peluang besar untuk memilih jenis pakan hidup yang unggul sebagai pakan alternatif atau pengganti Artemia yang saat ini harganya kian melambung
Menurut Sutomo (2003), copepoda laut jenis Tigriopus brevicornis, dapat hidup pada kisaran salinitas yang cukup luas yakni mulai dari 10 sampai 40 ppt, namun pada salinitas 10 ppt tidak didapatkan copepoda yang bertelur. Hasil penelitian lain menyatakan bahwa copepoda dapat dikultur di air laut dengan salinitas 25-30 ppt (Lavens dan Sorgeloos, 1996). Menurut Anindiastuti dkk. (2002), untuk mengkultur copepoda pada skala laboratorium sebaiknya menggunakan air laut yang steril bersalinitas 25 ppt. Sementara itu copepoda di perairan umum dapat hidup pada salinitas antara 26,50 dan 35,67 ppt (Levinton, 1982 dalam Umar, 2002). Dengan demikian, salinitas yang optimum untuk perkembangan copepoda laut belum diketahui secara pasti.
Salinitas merupakan konsentrasi total dari semua ion yang larut dalam air, dan dinyatakan dalam bagian perseribu (ppt) yang setara dengan gram per liter (Boyd, 1990 dalam Faidar, 2005). Menurut Hutabarat dan Evans (1984), salinitas merupakan konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Salinitas diduga berpengaruh terhadap perkembangan copepoda, makanya perlu dilakukan penelitian tentang hal tersebut.

6. Bentuk Tubuh
Umumnya berukuran kurang dari 2 mm. Ektoparasit biasanya berukuran lebih besar, misalnya Panella sebagai ektoparasit pada ikan laut dan ikan paus dapat mencapai panjang 32 cm. Biasanya tubuh copepod transparan dan tidak berwarna, beberapa spesies berwarna merah, ungu atau biru cemeralang atau hitam. Warna hijau umumnya disebabkan warna makanan di saluran pencernaan.
Bentuk tubuh copepod hidup bebas biasanya silindris dan pendek. Tubuh terdiri atas kepala yang agak membulat, 7 ruas thorax dan 3 samapai 5 abdomen. Bagian posterior kepal tumbuh menyatu dengan satu atau dua ruas thorax menjadi cephalothorax (yang tertutup karapas). Ruas thorax keempat dan kelima atau kelima atau keenam acapkali tumbuh menyatu dengan ruas abdomen pertam. Di ujung abdomen terdapat sepasang caudal rami dengan setae diujung masing-masing.
Semua copepod selalu mempunyai sebuah mata nauplius median (di tengah) yang terdiri atas 3 buah ocelli yaitu 2 lateral dan sebuah median. Pada kepala terdapat sepasang antenna pertam yang uniramus, panjang dan tampak jelas, sepasang antenna kedua, mandibel, maksila pertama dan maksila kedua. Pada ruas thorax yang menyatu dengan kepala terdapat sepasang maksiliped, dan masing-masing dari empat atau lima ruas thorax berikutnya terdapat sepasang kaki renang yang biramus, pada ruas thorax terakhir terdapat sepasang kaki renang yang mengecil. Pada ruas abdomen tidak ada apendik.
7. Kehidupan
Bentuk tubuh parasit mengalami modifikasi dan degenerasi yang disesuaikan dengan cara hidupnya. Sebagai ektoparasit terdapat pada permukaan tubuh, sirip dan insang inang, memakan cairan tubuh atau jaringan inang. Hanya yang betina hidup sebagai ektoparasit, sedangkan stadia muda dan yang jantan hidup bebas. Yang betina acapkali tampak dari kantung telurnya.
Dari 10 ordo dalam kelas copepoda hanya 3 ordo yang anggotanya hidup bebas, sedangkan yang lain sebagai parasit atau komensal dengan avertebrata air lain. Ketiga ordo tersebut adalah : Calanoida, Cyclopoida, dan Harpaticoida. Sebagian besar Calanoid adalah planktonik. Kebanyakan Harpaticoid adalah benthic, sedangkan Cyclopoid terdapat baik sebagai plankton maupun benthos.
Copepod berenang menggunakan kaki renang dengan gerakan yang sangat cepat vdan menyentak-nyentak. Bila gerakan kaki ranang berhenti, maka antenna pertama (antenul) membuka kea rah lateral supaya tidak tenggelam. Bila sedang berenang, antenul mengarah ke belakang. Calanus dan Diaptomus dari Ordo Calanoida adakalanya berenang terbalik seperti Anastroca.
Kebanyakan copepod palnktonik di laut terdapat pada lapisan permukaan sampai kedalaman 50 m, namun banyak spesies dijumpai sampai 2000 m, bahkan beberapa spesies dijumpai lebih dalam lagi. Banyak spesies copepod melakukan migrasi vertical, dan hal ini dipengaruhi cahaya.
Harpaticoid dan Cyclopoid penghuni dasar perairan merayap atau meliang (burrow) dalam substrat menggunakan kaki thorax dan gerak undulasi tubuh. Banyak harpaticoid hidup sebagai fauna interstisial mempunyai tubuh langsing dan antena yang pendek.
Copepod palnktonik umumnya bersifat filter feeder dan memakan plankton. Banyak pula jenis yang menangkap organisme lebih besar disamping sebagai filter feeder, bahkan beberapa spesies merupakan predator. Beberapa genera Cyclopoida seperti beberapa spesies Cyclops juga predator. Kebanyakan harpaticoid benthic memakan bakteri dan detritus. Cadangan makanan dalam bentuk butir-butir minyak merupakan penyebab utama warna merah cerah pada beberapa spesies Diaptomus.
8. Cara Reproduksi
Reproduksi dan perkembangan Copepoda Dioecious. Betina mempunyai sebuiah atau sepasang ovary dan sepasang seminal receptacle. Copepod jantan yang hidup bebas biasanya mempunyai sebuah testes dan membentuk spermatofora. Pada waktu kopulasi, copepod jantan memegang yang betina dengan antenna pertama atau kaki renang keempat atau kelima yang berbentuk capit, dan melekatkan spermatofora pada betina pada pembuahan seminal receptacle. Sekali kopulasi dapat digunakan untuk membuahi 7 sampai 13 kelompok telur.
Telur yang telah dibuahi dierami dalam sebuah atau sepasang kantung telur. Tiap kantung telur berisi antara 5 sampai 50 butir telur. Cyclops mengerami telur sampai selama 12 jam sampai 5 hari, maka kantung telur hancur dan keluarlah larva yang disebut nauplius. Kemudian copepod betina tersebut akan menghasilkan kantung baru dan kelompok telur baru.
Stadia nauplius sebnyak 5 atau 6 instar, kemudian menjadi copepodidi sebanyak 5 instar, dan akhirnya menjadi dewasa. Copepod dewasa tidak mengalami pergantian kulit. Perkembangan dari telur sampai dewasa memakan waktu antara satu minggu sampai satu tahun. Copepod hidup bebas berumur antara 6 bulan sampai satu tahun lebih.
Untuk mempertahankan diri terhadap lingkungan buruk, beberapa caponoid dan harpaticoid air tawar menghasilkan telur dengan cangkang tipis dan telur dorman dengan cangkang tebal. Jenis air tawar yang lain, ada instar copepodid atau dewasa melakukan estivasi dengan membungkus diri dengan selubung organic yang keras dan menjadi siste. Selain untuk mempertahankan diri terhadap lingkungan buruk, telur dorman atau siste juga merupakan sarana penyebaran keturunan.
Copepod hidup bernafas dengan permukaan tubuh. Kelenjar makila merupakan alat ekskresi. Tidak ada jantung ataupun pembuluh darah. Darah beredar dalam hemocoel karena adanya gerakan otot, apendik saluran pencernaan. Hanya calanoid yang mempunyai jantung semacam kantung. Susunan syaraf terpusat, dan benang syaraf tidak melewati thorax.
Copepoda yang hidup sebagai parasit lebih dari 1000 spesies. Kebanyakan sebagai ektoparasit, namun banyak juga sebagai endoparasit dalam tubuh polychaeta, usus leli laut, saluran pencernaan tunica dan kerang, bahkan pada crustacea lain. Endoparasit acapkali tidak mempunyai mulut, dan makanan diabsorbsi langsung dari inang.
















C. ARTEMIA












1. Pengertian
Oleh Linnaeus, pada tahun 1778, Artemia diberi nama Cancer salinus. Kemudian pada tahun 1819 diubah menjadi Artemia salina oleh Leach. Artemia salina terdapat di Inggris tapi spesies ini telah punah (Sorgeloos dan Kulasekarapandian, 1987).
Artemia hidup plantonik diperairan yang berkadar garam tinggi, yaitu antara 15-300 permil. Suhu yang dikehendaki berkisaran antara 25-300C, oksigen terlarut sekitar 3mg/l, dan pH 7,3-8,4. Sebagai plankton, artemia tidak dapat dipertahankan diri terhadap pemangsanya sebab tidak mempunyai alat ataupun cara untuk membelah diri.
Artemia merupakan kelompok udang-udangan dari phylum Arthopoda. Mereka berkerabat dekat dengan zooplankton lain seperti copepode dan daphnia (kutu air). Artemia hidup di danau-danau garam (berair asin) yang ada di seluruh dunia. Udang ini toleran terhadap selang salinitas yang sangat luas, mulai dari nyaris tawar hingga jenuh garam. Secara alamiah salinitas danau dimana mereka hidup sangat bervariasi, tergantung pada jumlah hujan dan penguapan yang terjadi. Apabila kadar garam kurang dari 6 % telur artemia akan tenggelam sehingga telur tidak bisa menetas, hal ini biasanya terjadi apabila air tawar banyak masuk kedalam danau dimusim penghujan. Sedangkan apabila kadar garam lebih dari 25% telur akan tetap berada dalam kondisi tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan normal.
Kista tertua artemia pernah ditemukan oleh suatu perusahan pemboran yang bekerja disekitar Danau "Salt Great". Kista tersebut diduga berusia sekitar lebih dari 10000 tahun (berdasarkan metoda "carbon dating"). Setelah diuji, ternyata kista-kista tersebut masih bisa menetas walaupun usianya telah lebih dari 10000 tahun.
2. Manfaat Artemia
Artemia Besar Beku merupakan Artemia yang sudah dikenal sebagai pakan ikan yang umumnya dijual dalam bentuk telur ( kista) tetapi kami membesarkannya hingga ke fase dewasa dan induk yang memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dari burayakan dan berukuran jauh lebih besar sehingga mudah dikonsumsi oleh ikan hias dewasa.
Kelebihan lain artemia ini kami besarkan dengan mengonsumsi spirulina hingga masa panen sehingga memiliki kandungan nutrien yang dimiliki oleh spirulina. Artemia Besar Beku ini sangat cocok sekali untuk menjawab kehawatiran para penghobi ikan hias untuk pakan fresh yang tidak membawa penyakit ( seperti cacing) .
3. Siklus Hidup
Siklus hidup artemia bisa dimulai dari saat menetasnya kista atau telur. Setelah 15 - 20 jam pada suhu 25°C kista akan menetas manjadi embrio. Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit kista. Pada fase ini embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian berubah menjadi naupli yang sudah akan bisa berenang bebas. Pada awalnya naupli akan berwarna orange kecoklatan akibat masih mengandung kuning telur. Artemia yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya belum terbentuk dengan sempurna. Setelah 12 jam menetas mereka akan ganti kulit dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan, dengan pakan berupa mikro alga, bakteri, dan detritus organik lainnya. Pada dasarnya mereka tidak akan peduli (tidak pemilih) jenis pakan yang dikonsumsinya selama bahan tersebut tersedia diair dengan ukuran yang sesuai. Naupli akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum menjadi dewasa
dalam waktu 8 hari. Artemia dewasa rata-rata berukuran sekitar 8 mm, meskipun demikian pada kondisi yang tepat mereka dapat mencapai ukuran sampai dengan 20 mm. Pada kondisi demikian biomasnya akan mencapi 500 kali dibandingakan biomas pada fase naupli
Dalam tingkat salinitas rendah dan dengan pakan yang optimal, betina Artemia bisa mengahasilkan naupli sebanyak 75 ekor perhari. Selama masa hidupnya (sekitar 50 hari) mereka bisa memproduksi naupli rata-rata sebanyak 10 -11 kali. Dalam kondisi super ideal, Artemia dewasa bisa hidup selama 3 bulan dan memproduksi nauplii atau kista sebanyak 300 ekor(butir) per 4 hari. Kista akan terbentuk apabila lingkungannya berubah menjadi sangat salin dan bahan pakana sangat kurang dengan fluktuasi oksigen sangat tinggi antara siang dan malam hari.








Artemia dewasa toleran terhadap selang suhu -18 hingga 40 ° C. Sedangkan tempertur optimal untuk penetasan kista dan pertubuhan adalah 25 - 30 ° C. Meskipun demikian hal ini akan ditentukan oleh strain masing-masing. Artemia menghendaki kadar salinitas antara 30 - 35 ppt, dan mereka dapat hidup dalam air tawar salama 5 jam sebelum akhirnya mati.
Variable lain yang penting adalah pH, cahaya dan oksigen. pH dengan selang 8-9 merupakan selang yang paling baik, sedangkan pH di bawah 5 atau lebih tinggi dari 10 dapat membunuh Artemia. Cahaya minimal diperlukan dalam proses penetasan dan akan sangat menguntungkan bagi pertumbuhan mereka. Lampu standar grow-lite sudah cukup untuk keperluan hidup Artemia. Kadar oksigen harus dijaga dengan baik untuk pertumbuhan Artemia. Dengan suplai oksigen yang baik, Artemia akan berwarna kuning atau merah jambu. Warna ini bisa berubah menjadi kehijauan apabila mereka banyak mengkonsumsi mikro algae. Pada kondisi yang ideal seperti ini, Artemia akan tumbuh dan beranak-pinak dengan cepat. Sehingga suplai Artemia untuk ikan yang kita pelihara bisa terus berlanjut secara kontinyu. Apabila kadar oksigen dalam air rendah, dan air banyak mengandung bahan organik, atau apabila salintas meningkat, artemia akan memakan bakteria, detritus, dan sel-sel kamir (yeast). Pada kondisi demikian mereka akan memproduksi hemoglobin sehingga tampak berwarna merah atau orange. Apabila keadaan ini terus berlanjut mereka akan mulai memproduksi kista.
4. Reproduksi Artemia
Berdasarkan cara berkembangbiakannya, Artemia dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :
- Biseksual yakni Harus melalui proses perkawinan antara induk betina dan jantan.
- Partegnogenetik yakni Tidak melalui proses perkawinan. Pada jenis ini,induk betina akan beranak tanpa kawin. Apabila betina partenogenik dijodohkan dengan pejantan biseksual maka induk betina tersebut tetap tidak mau kawin.
Kista artemia dapat ditetaskan secara optimal, apabila sarat-sarat yang diperlukannya dapat dipenuhi. Beberapa syarat tersebut adalah:
- Salinitas antara 20-30 ppt (parts per thousand) atau 1-2 sendok teh garam per liter air tawar. Untuk buffer *bisa ditambahkan magnesium sulfate (20 % konsentrasi) atau 1/2 sendok teh per liter air.
- Suhu air 26 - 28 °C.
- Disarankan untuk memberikan sinar selama penetasan untuk merangsang proses.
- Aerasi yang cukup; untuk menjaga oksigen terlarut sekitar 3 ppm
- pH 8.0 atau lebih, apabila pH drop dibawah 7.0 dapat ditambahkan soda kue untuk menaikkan pH.
- Kepadatan sekitar 2 gram per liter.
- Sebelumnya dapat dilakukan proses dekapsulisasi untuk melunakan cangkang.
Dekapsulisasi dapat meningkatkan peresentase keberhasilan sampai dengan 10%. Penetasan dapat dilakukan pada semua jenis wadah.. Untuk mempermudah "pemanenan" penetasan bisa dilakukan dalam akuarium berbentuk prisma terbalik, atau berdasarkan prinsip "kamar gelap dan terang". Pemanenan paling mudah dilakukan dengan cara di siphon.
5. Dekapsulisasi
Dekapsulisasi merupakan suatu proses untuk menghilangkan lapisan terluar dari kista artemia yang "keras" (korion). Proses ini setidaknya akan mempermudah "bayi" artemia untuk keluar dari "sarang"nya. Dan kalaupun tidak berhasil "menetas", kista yang telah didekapsulisasi masih bisa diberikan kepada ikan/burayak dengan aman, karena korionnya sudah hilang, sehingga akan dapat dicerna dengan mudah. Disamping itu proses ini juga sekaligus merupakan proses disinfeksi terhadap kontaminan seperti bakteri, jamur dll.
6. Klasifikasi dan Strain Artemia
Artemia merupakan zooplankton yang diklasifikasikan ke dalam filum Arthropoda dan kelas Crustacea. Secara lengkap sistemarika artemia dapat dijelaskan sebagai berikut.
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Subkelas : Branchiophoda
Ordo : Anostraca
Famili : Artemiidae
Genus : Artemia
Spesies : Artemia salina linn.
Nama Artemia sp. diberikan untuk pertama kali oleh Schlosser yang menemukannya di suatu danau asin pada tahun 1755. Kemudian oleh Linnaeus (1758) melengkapkan nama remik ini menjadi Artemia salirw. karena daya toleransinya terhadap salinitas yang amat tinggi.
Selain spesies Artemia, salimi, ada beberapa spesies yang diberikan nama bagi strain zigogenerik, yaitu bila di dalam populasi bercampur antara spesies berina dan jantan. Nama-nama tersebut di antaranya Artemia tunisiana. Anemia franciscana, Anemia fersimilis, Artemia urmiana, dan Anemia monica. Namun demikian, nama Anemia salina atau disingkat artemia saja tetap umum digunakan. Nama ini pula yang digunakan dalam buku ini.
Ada pula populasi artemia yang hanya terdiri atas individu-individu betina saja. Strain artemia demikian dikenal dengan istilah partenogenetik karena berkembangbiak tanpa melalui perkawinan, tetapi artemia betina langsung saja bunting. Untuk strain ini juga hanya digunakan nama genus Artemia saja. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah. Dengan demikian, pemakaian istilah artemia tidak memperhatikan jenis kelamin suatu populasi.
Sampai saat ini sudah dikenal lebih dari 50 strain artemia. Beberapa di antaranya yang terkenal adalah san francisco bay, sack bay australia, chapin canada, macao, great salt lake, algues masters perancis, china, dan philippina. Pada prinsipnya perbedaan antara satu strain dengan strain lainnya terletak pada daya tetasnya, ukuran nauplius, ketahanan terhadap lingkungan, serta kebutuhan temperatur dan salinitas optimal.
Pada kemampuan daya penetasan, misalnya, pada beberapa strain perlu perlakuan-perlakuan khusus pada kista agar diperoleh embrio yang mampu berkembang dengan hasil yang memuaskan. Perlakukan tersebut misalnya berupa hibernasi (pendinginan) dan pelarutan ke dalam cairan peroksida.
7. Morfologi

- Telur
Telur Artemia atau cyste berbentuk bulat berlekuk dalam keadaan kering dan bulat penuh dalam keadaan basah. Warnanya coklat yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat (Cholik dan daulay, 1985). Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan (Mudjiman, 1983). Cangkang telur Artemia dibagi dalam dua bagian yaitu korion (bagian luar) dan kutikula embrionik (bagian dalam). Diantara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan ketiga yang dinamakan selaput kutikuler luar,.
Korion dibagi lagi dalam dua bagian yaitu lapisan yang paling luar yang disebut lapisan peripheral (terdiri dari selaput luar dan selaput kortikal) dan lapisan alveolar yang berada di bawahnya. Kutikula embrionik dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu lapisan fibriosa dibagian atas dan selaput kutikuler dalam di bawahnya. Selaput ini merupakan selaput penetasan yang membungkus embrio.
Diameter telur Artemia berkisar antara 200 – 300 μ (0.2-0.3 mm). Sedangkan berat kering berkisar 3.65 μg, yang terdiri dari 2.9 μg embrio dan 0.75 μg cangkang
- Larva (Nauplius
Apabila telur-telur Artemia yang kering direndam dalam air laut dengan suhu 25oC, maka akan menetas dalam waktu 24 – 36 jam. Dari dalam cangkang akan keluar larva yang dikenal dengan nama nauplius, seperti yang terlihat pada gambar 2. dalam perkembangan selanjutnya nauplius akan mengalami 15 kali perubahan bentuk. Nauplius tingkat I = instar I, tingkat II = instar II, tingkat III = instar III, demikian seterusnya sampai instar XV. Setelah itu nauplius berubah menjadi Artemia dewasa,
8. Budidaya Artemia
Bibit dapat diperoleh dalam bentuk telur kering yang sudah di awetkan didalam kaleng. Untuk menetaskan telur artemia, diperlukan wadah yang telah disiapkan lingkugan yang baik selama proses penetasan suhu air antara 25-300C dan kadar oksigen lebih dari 2 mg/L. Oleh karena itu, air media harus di aerasi dilakukan dengan selang plastik kecil dan tidak perlu diberi batu aerasi. Telur – telur akan menetas menjadi nauphlius setelah 24-36 jam sejak pemasukkan telur.
Penangkapan nauphlius didahului dengan mematikan aerasi kemudian bagian atas wadah penetasan ditutup dengan kain atau plastic hitam. Kadar garam optimal 30-50 ppt, pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar amonia yang baik < 80 mg/liter.
9. Manfaat Secara Umum
Artemia merupakan pakan yang penting bagi organisme budidaya seperti ikan, udang dan kepiting. Hal ini disebabkan karena nilai nutrisi yang dikandungnya tinggi dan penggunaannya pun luas. Proses penetasan suhu air antara 25-300C dan kadar oksigen lebih dari 2 mg/L dan Telur – telur akan menetas menjadi nauphlius setelah 24-36 jam sejak pemasukkan telur. Kadar garam optimal 30-50 ppt, pH optimal adalah 7,5-8,5 dan kadar amonia yang baik < 80 mg/liter.
10. Budidaya dan Gambaran Pemasaran
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan saat ini sedang membudidayakan Artemia salina, sejenis udang berukuran kurang dari satu sentimeter yang digunakan sebagai pakan ikan dan udang, di tambak garam Rembang, Jawa Tengah (Jateng). Budidaya tersebut dilakukan untuk mengatasi ketergantungan Artemia impor dari Amerika Serikat yang jumlahnya ratusan ton per tahun. Selain itu, juga untuk meningkatkan pendapatan petani garam mengingat harga Artemia kering di pasaran Rp 500.000 per kilogram.
Demikian diungkapkan Sutarjo Nunuk Setyono, Humas Dinas Kelautan dan Perikanan Jateng, Selasa (17/12), di ruang kerjanya. Uji coba tersebut, lanjutnya, dilakukan sejak awal musim kemarau tahun 2002 dengan daya tetas telur 25 hingga 30 persen dari idealnya 90 persen. Namun, dengan memberi nutrisi yang lebih baik, daya tetas.
Artemia di tambak garam Rembang bisa ditingkatkan hingga 80 persen. Telur Artemia atau disebut kista biasanya digunakan sebagai pakan benih ikan dan udang tambak, sedangkan Artemia dewasa untuk pakan ikan dan udang dewasa. Selain itu, Artemia yang tergolong kelompok udang (custacea) juga bermanfaat untuk menjernihkan air laut di bak penampungan tambak garam sebab makhluk ini memakan kotoran di air. Dengan demikian, garam yang dihasilkan lebih bersih. "Dengan membudidayakan Artemia, petani garam bisa
mendapat penghasilan tambahan sekaligus meningkatkan kualitas garam yang diproduksi," katanya. (t06)

0 komentar:

Posting Komentar

Contact Us at : bdpunhalu2010@yahoo.com (085241612747)

KIRIM SARAN DAN KRITIK ANDA KEPADA KAMI!

PENGELOLA BLOG (ARDANA)

JADILAH BAGIAN DARI KAMI TUK MENGEMBANGKAN PERIKANAN

BDP 2010

BDP 2010
KLIK LOGO UNTUK DOWNLOAD

AKUARIUM BDP

AKUARIUM BDP
LESTARIKAN PERIKANAN
Glitter Words DALAM & LUAR NEGERI

ARDANA KURNIAJI

PENGELOLA BLOG