BUDIDAYA PERAIRAN 2010

Fakultas Perikanan & Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo

DISKUSI

"SHARE/Save" di bawah ini...
Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook
Reddit

DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
PROPINSI SULAWESI TENGGARA
KENDARI
2009


1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang pesat dewasa ini, menuntut peningkatan pendapatan yang diakibatkan oleh meningkatnya kebutuhan hidup manusia termasuk jaminan konsumsi akan gizi terhadap produk perikanan budidaya. Kondisi ini akan semakin mendorong penggejotan intensifikasi dan ekstensifikas serta diversifikasi usaha budidaya perikanan demi mencapai peningkatan pencpaian target produksi. Upaya penggejotan seperti ini tentu menuntut peningkatan penggunaan sarana produksi seperti pakan, obat-obatan dan bahan kimia secara intensif dan sering tak terkendali.
Pola usaha pembudidayaan ikan seperti tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan perairan dan pencemaran lahan/kawasan produksi, akibatnya dapat memunculkan berbagai serangan penyakit dan kandungan residu bahan-bahan kimia / an organik yang sangat dikhawatirkan berdampak pada penjagaan kesehatan konsumen.
Pandangan yang sama ditujukan pula pada semakin menguatnya pengaruh era globalisasi, maka pengembangan perikanan budidaya ikan ke depan tentu akan dihadapkan pada keharusan untuk mampu mengikuti tatanan perikanan dunia yang semakin ketat dalam mengembangkan produk budidayanya. Sebagai konsekwensi era globalisasi tersebut pada pengembangan produk budidaya selain menimbulkan tantangan juga sekaligus merupakan peluang. Peluang karena semakin terbukanya pasar ekspor yang semakin luas, sedangkan tantangan karena semakin kuat dan ketatnya persaingan.
Dengan terbentuknya beberapa kawasan perdagangan bebas (free trade area) seperti Asean Free Trade Area (AFTA), Asia Pasific Economi Cooperation (APEC), North America Free Trade Area (NAFTA), pasar tunggal Eropa serta General Agreement Trade and Tariff (GATT), tentu melibatkan kita pada perdagangan global yang sangat kompetitif. Dalam perdagangan yang demikian terbuka, persaingan lebih dipacu lagi dengan bergaungnya berbagai isu global seperti isu keamanan pangan (food safety), isu lingkungan dan sebagainya.
Dengan kondisi ini, maka perlu peningkatan daya saing dalam mutu produk, proses produksi dan efisiensi usaha, sehingga perlu berbagai upaya pengembangan stándar dan penerapan seritifikasi usaha pada tiap unit usaha perikanan budidaya. Dengan mendorong kemampuan masyarakat pembudidaya ikan untuk dapat menerapkan teknologi yang ramah lingkungan, hemat lahan dan hemat air.
Berbagai langkah Pemerintah baik pusat maupun daerah memberikan perhatian lebih dalam upaya “ Mewujudkan produksi perikanan budidaya yang sehat dan aman melalui proses dan sistim produksi pembudidayaan ikan yang ramah lingkungan“. Dengan melakukan berbagai langkah strategis seperti : mencegah dan megendalikan wabah dan Hama Penyakit Ikan pada sistim budidaya, mengendalikan kualitas lingkungan media budidaya sebelum, selama dan sesudah proses produksi budidaya, mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan perairan budidaya serta mengendalikan penggunaan bahan kimia, obt-obatan, produk bioolgis pada sistim produksi budidaya.
Hal ini dilakukan untuk kepentingan konsumen, kesehatan masyarakat dan melindungi kelestarian dan fungsi lingkungan serta melancarkan perdagangan internasional. Berbagai peraturan yang telah diterapkan sehubungan dengan pengembangan mutu produk dan keamanan pangan produk perikanan budidaya ini antara lain : Peraturan Menteri KP No. PER.01/MEN/2007, tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Peraturan Menteri KP No. PER.02/MEN/2007 tentang Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, Bahan Biologi dan Kontaminan Pada Pembudidayaan Ikan,
Keputusan Menteri KP No.KEP.01/MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi, Keputusan Menteri KP No. KEP.02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik. Yang ditindak lanjuti dengan Kepditjen 06/DPB/HK.150.154/S4/VII/2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Monitoring Residu Obat, Bahan Kimia, bahan Biologis dan Kontaminan pada Pembudidaya Ikan dan Kepditjen 44/DJ - PB/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi Cara Budidaya ikan yang Baik (CBIB).
Untuk mendorong dan menyikapi perkembangan kondisi dan persaingan yang semakin dinamis, sehingga memerlukan suatu program/kegiatan secara konsisten dan terarah seperti monitoring hama dan penyakit ikan serta lingkungannya. Dengan mendorong pengembangan teknologi dan manajemen usaha bagi kelompok pembudidayaa ikan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha.
Tingkat produksi dan produktivitas usaha budidaya perikanan beberapa tahun terakhir ini nampaknya terkesan berjalan di tempat, walaupun berbagai langkah nyata pemerintah telah dilakukan, seperti pembentukan departemen, regulasi, pembentukan dan pembangunan berbagai Unit-unit Pelaksana Teknis (UPT), pendampingan teknologi pada berbagai jenis komoditas dll. Hal ini disebabkan pola usaha budidaya masih didasarkan atas penekanan maksimalisasi target fisik (volume produk) semata, tanpa mempertimbangkan kemampuan daya dukung lahan/lingkungan produksi, akibatnya pencapaian suatu prestasi produksi tertentu, sifatnya hanya sesaat, pada saat berikutnya terus mengalami kemunduran.
Penurunan mutu lingkungan/ daya dukung lahan produksi tersebut diduga akibat adanya beban limbah dari sisa pakan, penggunaan pestisida, obat-obatan, bahan kimia dan pupuk anorgaik. Ditunjukan oleh ukuran ikan yang dipanen semakin kecil walaupun kebutuhan pakan semakin banyak dan umur pemeliharaan semakin panjang. Hal tersebut pulalah penyebab utama tingginya penyebaran serangan penyakit yang menyebabkan kegagalan panen bahkan munculnya kekhawatiran konsumen akan bahaya /keamanan kesehatan bagi konsumen produk perikanan budidaya.
Fenomena ini menunjukan bahwa dalam melakukan proses produksi kurang mempertimbangkan cara-cara budidaya ikan yang benar/baik, sehingga perlu segera menerapkan teknik dan metode tentang cara–cara budidaya ikan yang baik (CBIB) pada berbagai jenis komoditas budidaya termasuk budidaya ikan air payau. Hingga kini serangan hama penyakit masih sulit diatasi dan menjadi penyebab utama penurunan produksi, dan kegagalan panen bahkan muncul kekhawatiran konsumen akan aman tidaknya produk perikanan budidaya.
Suatu tingkat teknologi yang digunakn dalam budidaya umumnya diindikasikan oleh padat penebaran benih yang akan menentukan besaran kebutuhan pakan dan penggunaan sarana produksi lainnya termasuk obat-obatan, bahan kimia dan anorganik lainnya sebagai konsekwensi akan perlunya peningkatan /penjagaan kualitas kelayakan habitat hidup kultivan budidaya, sehingga tingkat teknologi yang tinggi tentu akan diiringi oleh penggunaan sarana produksi yang makin meningkat. Akibatnya terjadi pengkayaan nutrien dalam media air dan sedimen lahan pembudidyaan yang kemudian akan diikuti ketidak-seimbangan proses eutrofikasi dan perubahan ekologi fitoplankton, terjadi peningkatan sedimentasi, siltasi, hypoxia, struktur komunitas bentos dan perubahan produktivitas lahan.
Kondisi inilah yang menghawatirkan negara-negara pengimpor tentang kadar residu obat-obatan dan penyebab penyakit berbahaya bagi kesehatan konsumen. Di era globalisasi pasar bebas seperti saat ini tuntutan pemanfaatan sumberdaya alam yang efektif dan efisien dalam meminimalisasi dampak lingkungan merupakan paradigma utama dalam seluruh dunia bisnis berskala internasional termasuk pemanfaatan sumberdaya perikanan, seperti usaha budidaya berbagai target komoditas.
Paradigma ini menuntut tanggung jawab produsen terhadap jaminan keamanan kesehatan konsumen dan habitat lingkungan produksi.
Upaya meminimalisasi limbah pencemar, pemusnah dan pesaing kultivan pada usaha budidaya untuk mencapai target produksi tinggi memerlukan biaya dan investasi yang cukup mahal, karena harus membangun sarana dan prasarana pokok unit pengolahan limbah yang memadai. Persyaratan ini sulit dilakukan oleh pembudidaya yang memiliki keterbatasan pembiayaan, sehingga konsep pengelolaan usaha yang disarankan adalah : peningkatan penyerapan teknologi dan manajemen usaha khusunya terhadap cara budidaya ikan yang baik (CBIB) dan menjadikannya alternatif yang terbaik untuk dikembangkan pada masa kini guna menyikapi perkembangan yang terjadi.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, agar produksi usaha perikanan yang mempunyai modal terbatas tetap berlanjut bahkan dapat meningkat, maka perlu menjaga keseimbangan proses mikrobiologis dan eutrofikasi lahan budidaya, yaitu dengan menerapkan prinsip dan kriteria meminimalisasi beban limbah pencemaran akibat penggunaan sarana produksi, obat-obatan, bahan kimia dan sanitasi lahan serta pengelolaan pemasukan dan pembuangan air media yang memadai. Cara seperti ini lazim disebut Cara Budidaya Ikan yang Baik/Benar (CBIB).
Penerapan teknologi dan manajemen usaha budidaya ikan yang disarankan yang baik mengikuti tatanan Cara budidaya ikan yang Baik (CBIB), sehingga pelatihan teknis ini adalah untuk meningkatkan pemahaman dan pengalih informasi dan teknologi budidaya serta m,anajemn cara budidaya ikan yang baik seperti ini yang diharapkan akan dapat mempengaruhi tipologi usaha berproduksi dan perolehan margin keuntungan pembudidaya yang makin meningkat, akibat penurunan penggunaan komponen sarana produksi yang merupakan dasar pengorbanan biaya terbesar dalam setiap proses pembudidayaan ikan/ udang.

Namun dibalik berbagai upaya pengembangan dalam peningkatan produksi perikanan budidaya tersebut pada sisi konsumen, di era millenium ini tuntutan pengelolaan sumberdaya alam yang efektif dan efisien dalam meminimalisasi dampak lingkungan dan menyikapi munculnya gejala pemanasan global merupakan paradigma utama dihampir seluruh dunia bisnis berskala internasional termasuk dalam dunia bisnis pembudidayaan ikan di tambak terutama udang. Paradigma ini menuntut tanggung jawab produsen terhadap jaminan kesehatan konsumen dan kelestarian lingkungan. Hal tersebut dibuktikan dengan penerbitan ISO 14000 tentang produksi yang berkelanjutan yang dikaitkan dengan managemen dan kelestarian lingkungan berproduksi yang harus dipatuhi oleh semua Negara produsen.
Masalah tersebut harus mendapat perhatian serius bagi kelangsungan program pengembangan budidaya laut di Indonesia, termasuk Sulawesi Tenggara yang memiliki potensi lestari budidaya tambak sebesar 51.300 Ha dan yang sudah terolah baru sekitar 16.258 Ha dengan produksi tercatat 9.750 ton (tahun 2008) serta Pembudidaya ikan sebanyak 33.215 RTP ( Data Dinas Kelautan dan Perikanan Prop. Sultra, 2008). Data ini menggambarkan bahwa tingkat pemanfaatan potensi masih rendah dan berpeluang besar untuk ditingkatkan namun banyak kawasan budidaya sering mengalami kendala pencapaian kapasitas kontinuitas produksi akibat kurangnya kepedulian akan kesehatan lingkungan (habitat).
Dari segi intensitas pemanfaatan lahan menunjukan bahwa masih sangat memungkinkan untuk lebih ditingkatkan lagi produksi dan produktivitas usaha budidaya laut melalui pengembangan areal usaha (ekstensifikasi) dan intensifikasi (peningkatan produktivitas lahan), mengingat ketersediaan potensi sumberdaya yang masih cukup besar serta tingkat ketergantungan hidup sebagian besar masyarakat kita sangat tertumpu pada aktivitas sector perikanan dan kelautan ini.
Secara umum jenis komoditas budidaya air payau ini hampir semua proses produksinya dapat ditargetkan sesuai dengan keinginan pembudidaya sepanjang dapat memenuhi persyaratan pokok dan pendukung kehidupan dan pertumbuhan kultivan yang normal dan sehat. Di sisi lain persyaratan ini sulit dilakukan oleh pembudidaya yang memiliki keterbatasan pembiayaan. Agar produksi pada pembudidaya yang mempunyai modal terbatas dapat meningkat, maka perlu melakukan usaha budidaya dengan menggunakan teknologi yang mampu menjaga keseimbangan proses mikrobiologis dan eutrofikasi lahan / perairan, yaitu dengan memperhatikan kemampuan kawasan lahan menerima beban akua input dari penggunaan factor-faktor produksi sesuai dengan daya dukungnya. Cara seperti ini lazim disebut Cara Budidaya ikan yang ramah lingkungan.
Seberapa besar tingkat kemampuan cara budidaya ikan yang ramah lingkungan dalam kaitannya menjaga keseimbangan proses penyehatan habitat lingkungan dan eutrofikasi lahan kawasan dalam pencapain target produksi dapat dilihat dari tingkat pengguanan akuainput usaha sesuai dengan kapasitas/daya dukung kawasan serta kemampuan pembudidaya itu sendiri melakukan pengendalian pada usahanya tersebut. Intinya semakin mampu menjaga keseimbangan proses penyehatan habitat lingkungan dan eutrofikasi lahan, berarti semakin mampu menjaga tingkat produksi dan pendapatan yang diperoleh. Karena mampu menghindarkan terjadinya penyakit dan pencemaran air serta sedimen yang berpengaruh buruk terhadap ussha budidaya. Inilah yang menjadi tujuan pengembangan budidaya dalam era globalisasi pasar dan untuk mencapai produksi dan produktivitas usaha yang berkelanjutan.

II. Konsep Produksi dalam Budidaya
Produksi budidaya perikanan dapat diartikan sebagai seperangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan produk perikanan. Sebelum melakukan proses produksi, maka perlu membuat perencanaan produksi. Perencanaan produksi merupakan suatu upaya penyusunan program kegiatan baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Faktor yang sangat penting yang harus diputuskan sebelum proses produksi adalah pemilihan komoditas, pemilihan /kesesuian lokasi produksi, pertimbangan kapasitas produksi kawasan, pertimbangan fasilitas dan skala usaha. Hal tersebut sangat terkait dengan kebutuhan input-input dan perlengkapan dalam proses produksi.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam perencanaan proses produksi adalah biaya proses produksi, penjadwalan pelaksanaan proses produksi, pola produksi dan teknologi, dan sumber-sumber input serta sistem pengadaannya yang harus dipersiapkan secara tepat dan menyeluruh.

A. Penjadwalan Proses Produksi
Penjadwalan proses produksi dibuat mulai dari penentuan lokasi, pembukaan / pengolahan lahan, mendesign konstrukasi sampai kepada pemanenan dan penanganan pasca panen serta pemasaran. Komoditi yang memiliki gestation periode budidaya relatif pendek, penjadwalan musim tanam memegang peranan strategis, sehubungan dengan fluktuasi harga dan permintaan produk dalam setahunnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penjadwalan musim tanam adalah jenis komoditas, kecenderungan permintaan, dan fluktuasi harga, gestation periode, pola dan kapasitas produksi usaha serta kualitas, pembiayaan dan lain-lain.
Penjadwalan dilakukan pada tiap tahapan kegiatan mulai dari kesiapan lokasi, kesesuaian konstruksi tambak dan kulitas air, kesiapan pengadaan benih dan penebarannya, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit dan masa panen. Selanjutnya dijadwalkan bahwa masa panen hendaknya disesuaikan dengan waktu dimana kecenderungan permintaan dan harga komoditas tersebut sementara tinggi, kemudian dihitung mundur berdasarkan periode masing-masing phase kegiatan dalam budidaya yang akan dijalankan.

B. Perencanaan Pola Produksi
Perencanaan pola produksi memegang peranan penting dalam penjdawalan, perencanaan tenaga kerja, input dan pembiayaan, proses produksi dan operasi, penanganan pasca panen dan kualitas yang dipersyaratkan, serta sistim distribusi dan pemasaran, terutama untuk jenis tanaman jangka pendek yang memerlukan sistim penanganan cepat dan tepat. Pola produksi dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk antara lain berdasarkan :
a. Jumlah komoditas, yaitu komoditas tunggal, komoditas ganda dan multikomoditas
b. Sistem produksi, yaitu pergiliran tanaman dan produksi masal.

C. Perencanaan Sistim Pengadaan Input-input dan Sarana produksi
Perencanaan input-input dan sarana produksi mencakup kegiatan mengidentifikasi input-input dan sarana produksi yang dibutuhkan, baik dari segi jenis, jumlah, mutu ataupun spesifikasinya. Secara umum input-input dalam Perikanan adalah bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan modal. Dilain pihak sarana dan prasarana produksi adalah areal tempat produksi, perlengkapan dan peralatan serta bangunan-bangunan pendukung dan teknologi. Setelah input-input serta sarana prasarana produksi diidentifikasi, maka disusun rencana dan sistim pengadaannya. Dua hal mendasar yang perlu menjadi titik perhatian dalam memilih sistem pengadaan adalah membuat sendiri atau membeli. Misalnya dalam hal pengadaan bibit, apakah memperoduksi bibit sendiri ataukah membeli dari sumber sumber lain. Keputusannya terletak pada biaya imbangan antara alternatif tersebut.


III. Usaha Budidaya Tambak

Beberapa komoditas yang cukup mendominasi produksi budidaya payau (tambak) Sulawesi Tenggara saat ini adalah Ikan Bandeng, Udang Windu dan Vanamei yang mempunyai peluang pasar ekspor dan pemenuhan konsumsi lokal. Potensi sumberdaya lahan yang besar dan mudah dibudidayakan. pengembangan usaha budidaya Ikan bandeng dapat memberikan konstribusi dalam mengurangi pengangguran (pro-job), mengentaskan kemiskinan (propoor), dan pertumbuhan ekonomi (pro-growth) pada beberapa daerah kabupaten / kota di Sulawesi Tenggara.
Maraknya usaha budidaya ikan bandeng ini dipicu oleh semakin meningkatnya permintaan akan produk untuk pasar lokal dan domestik. Budidaya ikan air payau memiliki peranan strategis di Sulawesi Tenggara dalam usaha meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir, serta menjaga kelestarian sumberdaya hayati perairan, masalahnya dinamika dan proses budidayanya memerlukan kematangan dalam proses pengelolaan dari aktivitas perusakan lingkungan perairan dan kawasan pembudidayaan ikan
A. Pemilihan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha budidayatambak. Pada tahap ini, diperlukan pertimbangan-pertimbangan mengenai ekologi, teknis, sosial, kesehatan dan ekonomi serta ketentuan dari peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu, perlu juga pertimbanagan pengembangan sektor lain, seperti pertanian, pelayaran, parawisata, pertambanagan, dan perlindungan sumber daya alam, serta kegiatan alam lainnya.
Syarat-syarat pemilihan lokasi budidaya tambak secara umum adalah sebagai berikut :
1) Lokasi budidaya harus bebas dari pengaruh buruk daratan,
2) Loaksi sebaiknya tidak megalami fluktuasi salinitas yang besar,
3) Lokasi budidaya yang dipilih harus mengandung makanan untuk tumbuhnya makanan alami
4) Lahan Perairan harus bebas dari pencemaran industri maupun rumah tangga yang dapat merusak kesehatan udang atau produk budidaya
5) Lokasi budidaya harus mudah dijangkau sehingga biaya transportasi tidak terlalu besar,
6) Lokasi budidaya harus dekat dengan sumber tenaga kerja.
7) Perairan lokasi budidaya sebaiknya ber-pH antara 6,3 – 8,2
B. Pengadaan benih
Benih ikan udang untuk budidaya air payaut dapat berasal dari stok alam atau dari hasil produksi hatcheri. Keuntungan bila berasal dari stok alam adalah di samping mudah pengadaannya, juga cocok dengan persyaratan pertumbuhan secara alami. Sedangkan kerugiannya adalah benur / nener sering tercampur dengan jenir ikan/ udang lain diluar yang dibudidayakan.
Mengingat kualitas dan kuantitas produksi budidaya tambak ditentukan juga oleh benur / nenert, maka pemilihan benur dan nenert ini harus dilakukan secara cermat. Benur / nener harus sehat, dan berkualitas agar memberikan pertumbuhan yang optimum. Benur/nener yang baik berasal dari induk yang sehat, dan bebas dari penyakit dan berkualitas.
C. Pemeliharaan

Faktor terpenting dan utama dilakukan dalam usaha budidaya laut adalah ketepatan pemilihan lokasi budidaya. Penentuan lokasi sangat memudahkan dalam pengelolaan usaha budidaya selanjutnya, terutama pengelolaan kesehatan perairan, lingkungan budidaya dan dasar perairan. Dalam pengelolaan ini, kualitas Perairan harus mendapat perlakuan khusus dan konsisten terus menerus sepanjang masa pemeliharaan., karena setiap perubahan kondisi kualitas perairan sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup maupn keberhasilan produksi usaha budidaya.
Sedangkan tanah dasar perairan akan terbebani dalam jangka relatif lebih lama bila penggunaan akuainput tak terkendali atau penggunaan kawasan produksi melewati batas kemampuan lahan. Beban yang ditimbulkan oleh penggunaan input budidaya mulai dari sisa akuainput, bahan-bahan yang digunakan, kotoran, sampai plankton, sehingga dapat tercemar dan kemampuan kesehatannya sangat tergantung pada kelayakan faktor fisik, biologis serta kimia yang dimilikinya. Kesalahan dalam melakukan pemilihan lokasi dan kurang cermat melakukan proses budidaya ibaratnya mempersiapkan bom yang sewaktu-waktu meledak dan membuat masalah dalam budidaya yang sedang diusahakan.
Secara konvensional, peningkatan produksi yang maksimal hanya dapat dicapai dengan melakukan penebaran benih / bibit sebanyak-banyaknya. Dengan berkembangnya penyakit pada budidaya rumput laut atau budidaya lainnya, maka konsep tersebut mulai bergeser menjadi peningkatan kualitas produk sehingga konsep penerapan cara budidaya ikan yang baik yang dikembagkan berdasarkan daya dukung lahan dan kapasitas kawasan mulai dikembangkan ditengah-tengah merebaknya penyakit melanda dunia budidaya dalam perikanan.
Cara budidaya ikan yang baik /ramah lingkungan dan penerapan sistim polikultur sepenuhnya bertujuan untuk menciptakan perairan yang berkualitas sepanjang masa pemeliharaan, sehingga menghindarkan akumulasi bahan pencemar dan hama penyakit di perairan. Seiring dengan perkembangan budidaya perikanan saat ini yang diwarnai dengan berbagai penyakit maka konsep mengantisipasi adalah dengan melakukan pemeliharaan polikultur dan penggunaan teknologi sesuai dengan daya dukung lahan/ kawasan dikenal dengan Cara Budidaya Ikan Yang Baik dan Ramah Lingkungan.




D. Pola Budidaya Yang Ramah Lingkungan

1. Sistim Budidaya yang ramah lingkungan, harus dapat memenuhi kriteria sbb.:
a. Penggunaan Kawasan budidaya disesuaikan dengan daya dukungnya
b. Wadah Budidaya harus kokoh kuat (dapat bertahan lama)
c. Menggunakan air yang bebas hama penular, penyaing, dan pemangsa
d. Menjaga keseimbangan proses mikrobiologi dan eutrofikasi lahan
e. Menggunakan benur bibit bebas penyakit pathogen obligat
f. Menggunakan bahan kimia dan obat-obatan yang mudah terurai
g. Mampu mengendalikan limbah (baik terlarut maupun mengendap)

2. Konsep Pendapatan Usaha budidaya
Besar kecilnya pendapatan usaha budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh penggunaan faktor produksi dan produksi. Faktor produksi yang dimaksud adalah semua korbanan yang diberikan kepada usaha budidaya agar mampu menghasilkan produksi dengan baik. Faktor produsi dikenal dengan istilah input dan korbanan produksi.. Beberapa pengalaman menunjukan bahwa faktor produksi lahan/ lokasi, modal membeli bibit, pupuk, obat-obatan, tenga kerja dan aspek managemen serta tingktan teknologi budidaya adalah faktor produksi yang sangat penting diantara faktor produksi yang lain..
Faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi budidaya dibagi 2 (dua) yaitu faktor produks tetap (fixed faktor) yaitu yang sifatnya tdak habis dipakai dalam satu kali periode, dan faktor produksi tidak tetap (variabel faktor) yaitu faktor produksi yang sifatnya habis dipakai dalam satu periode produksi.. Nilai dari input usaha tersebut disebut biaya produksi dalam satuan uang, sehingga biaya produksi dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Besar kecilnya tergantung kepada besar kecilnya produksi dan hasil produksi.
Total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Faktor terpenting dalam usaha tani adalah peningkatan pendapatan, sehingga besarnya pendapatan dan cara mengalokasikan sumberdaya, modal dan tenaga tersedia menentukan tingkat kesejahteraan pembudidaya. Dalam hal ini jumlah semua biaya selalu lebih besar bila analisa ekonomi digunakan dan selalu lebih kecil bila analisa finansil, oleh karena itu setiap kali melakukan usaha harus ditentukan analisa yang akan digunakan.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam melakuka analisa tingkat pendapatan. yaitu :
a. Perkiraan modal usaha yang dibutuhkan baik untuk modal investasi maupun untuk modal kerja.
b. Besarnya tingkat bunga yang diberlakukan dan perubahan-perubahan inflasi srerta nilai tukar uang lainya.
c. kecenderungan adanya peraturan peraturan baru yang diberlakukan menyangkut kepentingan usaha.
d. kemungkinan timbulnya resiko dan kegagalan.
e. kemampuan menghasilkan keuntungan yang layak dan dapat memenuhi kewajiban / pinjaman.
f. kemampuan menghasilkan berbagai manfaat sosial, misalnya penciptaan lapangan kerja dan pendapatan, peningkatan ekspor non migas, dalam rangka meningkatkan devisa negara dan dalam rangka perbaikan gizi masyarakat dan lain-lain.

3. Jenis dan Volume Pembiayaan Investasi
Pada dasarnya semua biaya yang dikeluarkan selama usaha belum mulai produksi komersial dimasukkan ke dalam modal investasi, asalkan pengeluaran tersebut tertanam dalam usaha untuk mengadakan sarana dalam jangka waktu cukup lama. Pengertian biaya operasi adalah biaya yang diperlukan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional agar usaha berjalan lancar seperti rencana kegiatan yang harus dibiayai antara laian : (1) bahan mentah, dan bahan pembantu, (2) biaya mempeosesnya menjadi bahan siap dan (3) menjualnya. Dalam analisis pendapatan menjelaskan atau mengetahui apakah usaha yang dilakukan layak atau tidak layak dilihat dari beberpa parameter kelayakan usaha.
Analisis pendapatan menyangkut perbandingan antara pengeluaran uang dan penerimaan hasil penjualan produk dari pada usaha, apakah akan menjamin dana yang diperlukan, apakah mampu membayar kembali dana tersebut, apakah usaha tersebut akan berkembang sedemikian rupa sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri dan berkembang. Analisis pendapatan yang diperhatikan adalah hasil yang dapat diterima oleh pembudidayai, pengusaha, swasta atau siapa saja yang berkepentingan.

IV. Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Usaha budidaya yang didasarkan pada sistim intensip yang menggenjot pencapaian target semata tanpa memperhitungkan daya dukung lahan / kawasan dari penggunaan akuainput terhadap kesehatan lingkungan perairan dan sedimen dasar, akan berakibat patal bagi keberhasilan dan keberlanjutan usaha karena memicu semakin menurunkan kualitas habitat lingkungan perairan dan memacu peningkatkan serangan penyakit dan semakin menurunkan produktivitas suatu kawasan.
Dari sisi konsumen dunia semakin menuntut penerapan keriteria usaha yang ramah lingkungan dalam setiap proses produksi budidaya perikanan. Kedua hal ini merupakan masalah besar dalam pengembangan usaha budidaya laut di berbagai kawasan.
Pola usaha polikultur memberikan kualitas air dan sedimen perairan menjadi lebih baik dan memberikan konstribusi produksi ganda yang akan meningkatkan produksi dan pendapatan pembudidaya. Seiring dengan maraknya perkembangan komoditas budidaya tersebut maka konsep mengantisipasi adalah dengan melakukan usaha polikultur (beberapa komoditas dipelihara bersama dalam satu kawasan atau satu wadah). Terdapat perbedaan tingkat pendapatan masing-masing pola usaha yaitu Pola monokultur dan polikultur dalam pembudidayaan perikanan.

B. Saran
Berdasarkan beberapa hal yang telah dibahas diatas, maka dapat dikemukanan saran saran dalam perubahan pola usaha budidaya dalam hal penerapan teknologi dan pengelolaan kawasan budidaya yakni meliputi penyesuaian (pengendalian penggunaan akuainput sebagai faktor-faktor produksi sesuai dengan daya dukung/kapasitas produksi kawasan) serta pengembangan pola polikultur. Hal ini akan berpengaruh pada produksi dan produktivitas berkelanjutan dan penambahan tingkat pendapatan usaha budidaya. Sehingga ke depan perlu dipertimbangkan penerapannya terutama pada kawasan-kawasan padat usaha budidaya dan semakin meningkatnya berbagai macam komoditi budidaya yang bernilai ekonomi tinggi

0 komentar:

Posting Komentar

Contact Us at : bdpunhalu2010@yahoo.com (085241612747)

KIRIM SARAN DAN KRITIK ANDA KEPADA KAMI!

PENGELOLA BLOG (ARDANA)

JADILAH BAGIAN DARI KAMI TUK MENGEMBANGKAN PERIKANAN

BDP 2010

BDP 2010
KLIK LOGO UNTUK DOWNLOAD

AKUARIUM BDP

AKUARIUM BDP
LESTARIKAN PERIKANAN
Glitter Words DALAM & LUAR NEGERI

ARDANA KURNIAJI

PENGELOLA BLOG